Siapa yang tidak kenal Hadratusy Syeikh Hasyim Asyari, terlebih kalau ia bagian dari nahdliyyin. Beliau adalah pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Beliau merupakan putra dari pasangan Kyai Asyari dan Halimah, Ayahnya Kyai Asyari merupakan seorang pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang.
Hasyim Asyari dilahirkan pada
tanggal 10 April 1875 di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa
Timur dan tutup usia pada tanggal 25 Juli 1947 yang kemudian dikebumikan di
Tebu Ireng, Jombang. Dari ayah dan ibunya, KH. Hasyim Asyari mendapat
pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh.
Sebagai seorang yang alim,
al-Allamah, sikap dan tingkah laku KH. Hasyim Asyari mencerminkan seorang yang
berilmu dan dekat dengan agama. Diantara sikap beliau dari sekian kemuliaan
akhlaknya- yang patut untuk diteladani dan dijadikan contoh adalah sikap beliau yang tawadhu dan hormat kepada
guru-guru beliau.
Tawadhu adalah memuliakan orang yang
lebih mulia darinya. Ringkasnya tawadhu adalah rendah hati. Salahuddin Wahid
(Cucu Hadratussyaikh Hasyim Asyari) dalam Kata Pengantarnya untuk bukunya
Zuhairi Misrawi tentang Hadratussyaikh Hasyim Asyari (2013: xix) menceritakan
suatu hari Syaikhona KH. Cholil Bangkalan mengalami kesedihan yang amat sangat
sehingga tidak dapat disembunyikan di wajah beliau. Hasyim Asyari yang waktu
itu menjadi santri beliau bertanya apa gerangan masalah yang membuat beliau
begitu sedih. Ternyata cincin Nyai Cholil yang amat beliau senangi jatuh ke
dalam WC.
Hasyim tidak ragu-ragu untuk
menghilangkan kesedihan gurunya. Hasyim membersihkan septic-tank supaya dapat
menemukan cincin itu. Ternyata usaha beliau tidak sia-sia dan dapat menemukan
cincin Nyai Cholil. Kisah ini mengajarkan kepada kita, yang pasti pernah
berstatus sebagai murid atau santri untuk hendaknya memuliakan guru, memuliakan
guru berarti memuliakan ilmu, memuliakan ilmu bermakna memuliakan Sang Sumber
Ilmu, Allah SWT. Jika guru sudah ikhlas, guru sudah ridha, dengan doa
guru kita minta doakan apalagi jika kita tahu guru tersebut sebagai orang yang
dekat dengan Allah SWT. Berjalan tidak mendahului guru, berjalan tidak dengan
membelakangi guru, mencium tangan guru dan tindakan memuliakan guru lainnya
bisa menjadi sebab Allah SWT mudahkan kita untuk menerima dan menyerap
ilmu yang diberikannya.
Diceritakan pula saat Hasyim Asyari
sudah menjadi ulama yang dikenal dan berpengaruh, pada setiap bulan Ramadhan
banyak kiai dari pesantren lain mengaji terutama ilmu hadits kepada KH. Hasyim
Asyari di Pesantren Tebuireng. Ternyata di antara mereka terdapat beberapa kiai
yang menjadi pengasuh pesantren tempat KH. Hasyim Asyari pernah menimba
ilmu.
Melihat hal itu, KH. Hasyim Asyari
merasa keberatan jika kemudian mereka menjadi muridnya KH. Hasyim Asyari.
Tetapi para kiai itu tetap berkeras untuk mengaji kepada KH. Hasyim Asyari.
Karena KH. Hasyim Asyari juga tidak bisa membatasi dan menghalangi siapapun
untuk belajar agama maka disepakati antara keduanya, KH. Hasyim Asyari tidak
mau dipanggil kiai oleh para kiai sepuh itu tadi. Ketentuan berikutnya adalah para
kiai sepuh itu tidak perlu bersusah payah memasak dan mencuci baji karena akan
dilayani oleh para pengurus Pesantren Tebuireng.
Suatu malam, salah seorang dari kiai
sepuh itu terbangun dan melihat ada seseorang sedang mengumpulkan
baju-baju kotor milik para kiai sepuh. Sekilas tampak orang tersebut mirip KH.
Hasyim Asyari. Karena penasaran maka kiai sepuh itu mengikuti orang tersebut.
Ternyata orang tersebut mencuci baju para kiai sepuh dan setelah didekati
ternyata orang itu adalah KH. Hasyim Asyari sendiri.
Ketawadhuan KH. Hasyim Asyari
sebagaimana kisah di atas, hendaknya menjadi motivasi kita bahwa kadang kita
merasa hebat dengan ilmu yang kita miliki, pejabat merasa hebat dengan
jabatannya, hartawan merasa hebat dengan kekayaannya. Kisah ini menunjukkan
bahwa hormat pada orang lain sebagai bentuk takzim tidak akan membuat derajat
seseorang akan jatuh tetapi akan sebaliknya dapat mengangkat ia pada maqam yang
lebih tinggi lagi. Ini artinya juga, mengajarkan kepada kita bahwa kita hebat
karena ada orang lain, baik sebagai perantara langsung maupun tidak langsung,
keberadaan kita ada karena adanya orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar